keutamaan ilmu

Ilmu adalah cahaya

Cahaya Allah yang dengannya Ia menghidupkan hati-hati yang mati, menyembuhkan jiwa-jiwa yang sakit, dan memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakinya.

ilmu yang bermanfaat

ilmu yang bermanfaat

Setiap ayat al-Qur-an yang menceritakan kebaikan, sanjungan, orang-orang shalih, dan janji kebahagiaan di surga maka hal itu merupakan buah dari ilmu yang bermanfaat.

jalan ilmu

Bersiap Menempuh Jalan Ilmu

Menekuni ilmu sedikit demi sedikit, pagi dan petang, bersama hari, bersama malam, meniti jalan salafunash shalih

penghalang ilmu

Penghalang-penghalang dalam jalan ilmu

Syaithan tidak akan pernah ridho mboh piye carane hingga manusia terhalang dari ilmu dan petunjuk Allah, atau jauh dari ulama, ataupun tergelincir dalam jalan ilmu

adab dan akhlak menuntut ilmu

Baiknya hati, adab serta akhlak seorang penuntut ilmu

Maka sesungguhnya bukanlah penglihatan mata yang buta, akan tetapi yang buta adalah penglihatan hati yang ia di dalam dada.

Wednesday, October 26, 2011

Ingin Mengusai Bahasa Inggris

"... Aku sendiri berangan-angan, andai saja aku bisa menguasai bahasa Inggris.  Sungguh, aku melihat terdapat manfaat yang amat besar bagi dakwah jika saja bahasa Inggris bisa kukuasai. Karena jika kita tidak menguasai bahasa tersebut, bagaimana kita bisa berdakwah jika ada yang masuk Islam di hadapan kita.

Ada perkataan yang sangat menarik sekali bagi para penuntut ilmu dari seorang ‘alim Robbani, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin –semoga Allah senantiasa merahmati beliau-.[1] 

Perkataan ini akan menepis anggapan sebagian orang yang terlalu antipati jika ada yang ingin menguasai bahasa Inggris karena disangka ini adalah bahasa orang kafir. Padahal Syaikh Ibnu ‘Utsaimin sendiri punya angan-angan agar bisa menguasai bahasa Inggris. Karena bahasa Inggris bukan hanya menjadi bahasa non muslim saat ini, bahkan bahasa ini sudah tersebar di berbagai negeri termasuk negeri kaum muslimin. Dan satu sisi begitu manfaat, terutama bagi dakwah pada mereka yang non muslim
Coba perhatikan perkataan beliau berikut ini.


وإن كنا نرى كما هو واقع أن اللغة العربية أفضل اللغات وأشرفها؛ لأنها لغة القرآن الكريم ولغة سيد المرسلين عليه الصلاة والسلام، لكن هذه لغة عالمية مشهورة يتكلم بها المسلم والكافر، ثم هي مقررة عليك حتى وإن كانت لغة الكفار، فإنك ربما تحتاجها في يوم من الأيام، أنا أتمنى أني أعرف هذه اللغة؛ لأني وجدت فيها مصلحة كبيرة، يأتي رجل ليسلم بين يديك فلا تستطيع أن تتفاهم معه
“Kami berpandangan--sebagaimana realitas yang ada--bahwa bahasa Arab tetap adalah bahasa yang paling mulia. Karena bahasa Arab adalah bahasa Al Qur’an Al Karim dan juga menjadi bahasa para Rasul ‘alaihish sholaatu was salaam. Akan tetapi bahasa Inggris adalah bahasa dunia yang begitu masyhur. Bahasa ini digunakan oleh muslim dan kafir (sehingga sekarang tidak bisa lagi disebut bahasa khas orang kafir, pen). Di samping itu, bahasa Inggris itu menjadi bahasa yang wajib Anda pelajari (diberbagai jenjang pendidikan, pen). Andai bahasa Inggris adalah bahasa khas orang kafir, boleh jadi pada suatu waktu Anda membutuhkannya.

Aku sendiri berangan-angan, andai saja aku bisa menguasai bahasa Inggris.  Sungguh, aku melihat terdapat manfaat yang amat besar bagi dakwah jika saja bahasa Inggris bisa kukuasai. Karena jika kita tidak menguasai bahasa tersebut, bagaimana kita bisa berdakwah jika ada yang masuk Islam di hadapan kita.[2]

Pelajaran yang patut direnungkan. Jadi sebenarnya mempelajari bahasa Inggris dilihat dari pemanfaatannya. Jika menguasai bahasa Inggris supaya bisa sekedar melancong ke negeri-negeri kafir, tentu saja niatan yang keliru. Namun jika tujuannya adalah untuk dakwah, ini sungguh sangat mulia.

Ya Allah, mudahkanlah kami dalam dakwah untuk memperjuangkan agama-Mu dan meninggikan kalimat-Mu yang mulia “laa ilaha illallah” dengan ikhlas selalu mengharapkan wajah-Mu.

Disusun di Panggang-GK, saat Zhuhur, 13 Syawal 1431 H (21/09/2010)
Muhammad Abduh Tuasikal
 _____________________________
[1] Kami menelusuri perkataan ini setelah mendapatkan faedah dari guru kami, Ustadz Aris Munandar.

[2] Liqo’ Al Bab Al Maftuh kaset no. 61, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin.