“Akan terjadi berbagai macam fitnah, yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, yang berjalan lebih baik daripada yang berlari-lari kecil, dan barangsiapa yang mengikuti fitnah tersebut, maka dirinya akan teraniaya karenanya, barangsiapa yang mendapatkan naungan tempat berlindung, maka berlindunglah padanya.” (Muttafaq ‘alaihi).
Jalan Keluar dari Fitnah
kami kutip dari ebook:: "Petunjuk Nabi dalam Menghadapi Fitnah"
sumber: suaraquran.com ; dzikra.com
Menyibukkan diri dengan Ibadah.
Dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamdisebutkan, “Beribadah di tengah-tengah fitnah adalah seperti berhijrah kepadaku.” (HR. Muslim).
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Sebab besarnya keutamaan suatu ibadah di zaman fitnah, karena manusia pada saat itu lupa dan lalai dari beribadah karena disibukan oleh fitnah tersebut dari melakukan ibadah. Tiada yang melakukan ibadah kecuali gelintir orang saja.”
Diriwayatkan dari Ummu Salamah, dia berkata, “Suatu malam, Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam terjaga dari tidurnya. Seraya mengucapkan, ‘(Maha Suci Allah, fitnah apakah yang telah turun di malam hari ini dan yang dibuka dari pintu-pintu rahmat? Bangunlah wahai istri-istriku! Betapa banyak orang yang berpakaian di dunia akan tetapi telanjang di akhirat.’” (HR. Bukhari).Penjelasan: Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallamseketika bangun dari tidurnya seraya berkata, Apakah yang diberitahukan kepada para malaikat tentang fitnah yang ditakdirkan pada malam ini? Dan apa yang dibuka dari pintu-pintu rahmat! Adalah betapa banyak, saya tidak mengerti dengannya, dari fitnah-fitnah yang telah di takdirkan di malam hari ini. Hal ini agar kita berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah tersebut dengan jalan melakukan ibadah pada malam hari tersebut.
Disebutkan dalam kitab Fathul Baari, adalah selayaknya bagi mereka (para Istri Nabi) agar tidak lalai dari beribadah, dan tidak hanya bersandar di sebabkan mereka adalah istri-istri Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam hadits di atas, terdapat peringatan terhadap wanita yang memakai pakain tipis atau pendek, berpakaian tapi telanjang.Syaikh Shaleh As-Sadhan telah menyebutkan beberapa contoh dalam kisah wafatnya Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Bebagai persoalan dapat diselesaikan oleh Abu Bakar Ash-Shidiq dengan berdasarkan ilmunya yang dalam. Seperti, perkara apakah beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam wafat ataukah beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat sebagaimana diangkatnya Isa ‘alaihissalam, mengenai tempat di mana beliau akan dikuburkan, dan perkara umat setelah wafatnya sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Menjauhi Tempat dan Sebab Munculnya Fitnah
Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, Rasululah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan terjadi berbagai macam fitnah, yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, yang berjalan lebih baik daripada yang berlari-lari kecil, dan barangsiapa yang mengikuti fitnah tersebut, maka dirinya akan teraniaya karenanya, barangsiapa yang mendapatkan naungan tempat berlindung, maka berlindunglah padanya.” (Muttafaq ‘alaihi).
Aku mendengar Abu Bakrah membaca hadits, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya akan terjadi banyak fitnah, ketahuilah! Kemudian akan muncul suatu fitnah, yang duduk pada waktu itu lebih baik dari yang berjalan, yang berjalan lebih baik daripada yang berlari-lari kecil. Ketahuilah, apabila fitnah terjadi, maka barangsiapa yang memiliki unta maka tetaplah pada untanya dan barangsiapa yang memiliki kambing tetaplah pada kambingnya, barangsiapa yang memiliki tanah maka tetaplah padanya.
Abu Bakrah berkata, ada seorang yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah bagaimana dengan seseorang yang tidak memiliki unta, kambing, ataupun tanah?’ Beliau bersabda, ‘Pukulkanlah pedangnya ke batu sampai tumpul kemudian menyelamatkan diri apabila dia mampu, Ya Allah, sudahkah aku menyampaikannya?’
Beliau mengucapkannya tiga kali.Berkata Abu Bakrah: Pemuda itu bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah apabila aku dipaksa, sehingga aku masuk salah satu di antara dua barisan, atau salah satu dari dua fitnah, dan seseorang memukulku dengan pedangnya, atau dengan anak panah, sehingga membunuhku.’ Beliau bersabda, ‘Maka dia mengakui dosanya dan dosamu, maka dia termasuk penduduk Neraka.’”
Dari Abu Sa’id Al-Khudri beliau berkata, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Nyaris kambing menjadi harta terbaik orang muslim hingga diikutinya sampai ke puncak gunung atau ujung dunia sekalipun, lari dengan agamanya menghindari fitnah.”
Mengembalikan Persoalan kepada Pemerintah dan Ulama
Allah berfirman,
وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan mereka langsung menyiarkannya, padahal apabila mereka menyerahkannya kepada rasul dan ulil amri, sekiranya bukan karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja di antara kamu.”
(QS. An-Nisa: 83).
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata, “Ini adalah pelajaran dari Allah untuk hambanya atas perbuatan mereka yang tidak layak. Seharusnya ketika sampai kepada mereka suatu perkara dari perkara-perkara yang penting dan berkaitan dengan kemaslahatan umum. Baik yang berhubungan dengan keamanan ataupun dengan musibah, agar mereka tetap teguh dan tidak tergesa-gesa dengan isu-isu yang tersebar. Akan tetapi mengembalikannya kepada rasul dan ulil amri (ulama-ulama dan pemerintah). Yaitu orang-orang yang berilmu yang mengetahui berbagai urusan dan kemashlahatan. Sebab jika mereka melihat adanya kemaslahatan dan kebahagiaan serta terhindar dari musuh-musuh bagi orang-orang mukmin, maka mereka akan menyebarkan kabar-kabar tersebut. Akan tetapi apabila mereka melihat di dalamnya tidak ada kemaslahatan atau kejelekannya (mudharat) lebih besar daripada kemashlahatan, maka mereka tidak menyebarkan kabar-kabar tersebut. Oleh karena itu Allah berfirman, “Tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya akan dapat mengetahuinya.” Artinya mereka mengeluarkan pendapat-pendapat dan pengetahuan-pengetahuan yang lurus.
Dalam hal ini terdapat dalil tentang norma kesopanan, yaitu jika mendapatkan suatu perkara apa saja, maka selayaknya urusan atau perkara tersebut di kembalikan kepada ahlinya, dan tidak mendahului mereka, karena hal itu lebih dekat kepada kebenaran dan lebih terjaga dari kesalahan. Di dalamnya juga terdapat larangan ceroboh dan tergesa-gesa dalam menyebarkan berita tentang sesuatu saat pertama kali mendengakannya. Maka, Allah katakan, “Kalau bukan karena karunia Alah dan rahmat-Nya atas kalian,” artinya memberikan taufik dan tuntunan, serta memberikan pengajaran terhadap kalian. “Tentulah kalian akan mengikuti setan kecuali sebagian saja di antara kalian.”
Karena manusia pada tabiatnya adalah seorang yang zalim dan bodoh. Hawa nafsu itu tidak memerintahkan kecuali kepada kejelekan. Jika kembali kepada Allah, berpegang teguh dengan-Nya dan bersungguh-sungguh di dalam hal tersebut, niscaya Allah akan memberikannya taufik menuju kebaikan dan menjaganya dari godaan setan yang terkutuk.
Tetap Bersatu dalam Barisan Kaum Muslimin dan Imam Mereka
Sahabat Hudzaifah bin Al-Yaman berkata,
“Orang-orang bertanya tentang kebaikan kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, adapun aku bertanya tentang keburukan, karena takut terjerumus ke dalamnya.
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, dahulu kami hidup pada zaman kejahiliyahan dan keburukan, kemudian Allah menganugerahkan zaman kebaikan ini, apakah setelah zaman kebaikan ini akan datang lagi zaman keburukan?”
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.”
Lalu aku bertanya lagi, “Setelah zaman keburukan itu apakah akan datang lagi zaman kebaikan?”
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya tapi ada kekacauan pada zaman itu.”
Aku bertanya lagi, “Apa kekacauannya?”
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Segolongan orang yang memberi petunjuk bukan dengan petunjukku, kamu mengenali mereka, lalu kamu ingkari.”
Aku bertanya, “Apakah setelah zaman kebaikan itu ada zaman keburukan lagi?”
Beliau menjawab, “Ya, yaitu munculnya para da’i yang membujuk manusia menuju pintu neraka, orang yang mengikuti panggilan mereka, di jerumuskan ke Neraka.”
Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana ciri-ciri mereka?”
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka adalah orang-orang dari bangsa kita, mereka berbicara dengan bahasa kita.”
Aku bertanya, “Apa yang engkau wasiatkan apabila aku hidup pada zaman itu?”
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tetaplah kamu bersatu dalam barisan kaum muslimin dan imam mereka.”
Aku bertanya, “Bagaimana seandainya tidak ada barisan kaum muslimin dan tidak pula imam?”
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menyingkirlah kamu dari semua kelompok yang ada, walaupun harus menggigt urat urat pohon, sampai ajal datang menemuimu.” (HR. Al-Bukhari).
Diriwayatkan dari ‘Ubaidillah bin ‘Adiy bin Khayyar, beliau berkata, “Aku menemui khalifah ‘Utsman ketika beliau sedang sakit, sedangkan sahabat ‘Ali sedang shalat mengimami kaum muslimin. Lalu aku berkata, “Wahai Amirul Mukminin, saya merasa keberatan shalat bersama mereka, karena engkaulah imam kaum muslimin, maka ‘Utsman menjawab, “Sesungguhnya shalat adalah amalan yang paling bagus…”
Berkata ‘Utsman, “Shalat adalah amalan yang paling bagus, maka apabila mereka bersikap baik, bersikaplah kepada mereka dengan baik pula, tapi kalau mereka bersikap buruk, menghindarlah dari keburukan mereka.”
Imam Ibnu Baththal berkata “Dari hadits ini dapat diambil pelajaran: anjuran untuk konsisten dalam melaksanakan shalat lima waktu, anjuran untuk tetap menghadiri shalat berjamaah walaupun saat terjadi fitnah (kekacauan), agar perkaranya tidak bertambah runyam, dan tidak menambah silang pendapat, dan agar tidak memperbesar perselisihan dan pernusuhan. Pendapat ini berlawanan dengan sebagian pendapat ulama Kuffah yang menyatakan bahwa: pelaksanaan shalat Jumat tanpa seorang khalifah adalah tidak sah.”
Menahan diri dari berbicara dan tidak menerima isu-isu yang berkembang, serta berusaha mengikutinya.
Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash berkata, “Ketika kami berada di sisi Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam di tanyakan kepadanya mengenai (sikap) yang tepat dalam menghadapi suatu fitnah, maka beliau bersabda, ‘Jika kalian melihat manusia telah mengabaikan perjanjian-perjanjiannya serta menyepelekan amanat-amanatnya dan mereka menjadi seperti ini, kemudian beliau menyela antara jari-jemarinya,’ maka aku berdiri (mendekati) beliau, aku katakan padanya, ‘Apa yang semestinya aku lakukan ketika itu (semoga Allah menjadikanku sebagai tebusanmu)?’ Beliau bersabda, ‘(Tetaplah kamu berada di rumah dan jagalah lisanmu dan ambillah apa- apa yang kamu ketahui, serta tinggalkanlah apa-apa yang kamu ingkari. Berpeganglah kamu terhadap urusanmu saja dan tinggalkanlah olehmu urusan khalayak umum.’”(HR.Abu Daud, berkata Syaikh Al-Albani: Hasan Shahih).
Memohon Perlindungan Kepada Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ [يونس/85]
“Ya Tuhan kami, janganlah engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi kaum yang zalim.”
(QS.Yunus: 85).
Syaikh Abdurrahman As-Sa’diy menjelaskan maksud ayat di atas, “Janganlah engkau jadikan mereka berkuasa atas kami, sehingga terfitnahlah kami dan kalahlah kami karenanya. Mereka (rang-orang zalim) berkata, ‘Seandainya mereka (kaum Musa) berada dalam kebenaran, maka tidaklah mereka terkalahkan.’”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam ayat lain,
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [الممتحنة/5]
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami, ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana.”
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan solusi tepat bagi kaum muslimin agar terhindar dari bentuk-bentuk fitnah dan kejelekan yaitu dengan senantiasa berlindung kepada Allah dari fitnah dan kejelekan tersebut kemudian meninggalkannya, serta bersegera untuk melakukan amal kebajikan, dengan (mengoreksi kembali) keimanan yang benar kepada Allah dan hari akhir, serta berkomitmen untuk selalu berada dalam barisan kaum muslimin.
Di antara sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menyebutkan, “Berlindunglah kepada Allah dari segala bentuk fitnah yang nampak maupun yang tersembunyi”.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan sahabat-sahabatnya do’a ini sebagaimana beliau mengajari mereka sebuah surat dalam Al-Qur’an, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka jahannam, siksa kubur, fitnah Al-Masih Dajjal, serta fitnah kehidupan dan kematian.”
Dari Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu, ia berkata, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di kebun Bani Najjar, di atas Bighal (seperi Himar) miliknya, dan kami bersama beliau, tiba-tiba kuda tersebur beputar dan hampir saja membuat nabi terlempar. Di sana terdapat enam, atau lima, atau empat kuburan. Lalu beliau berkata, “Siapa yang tahu kuburan siapa ini? Salah seorang sahabat menjawab, ‘Saya.’ Beliaupun bersabda, ‘Kapan mereka meninggal?’ Sahabat tersebut menjawab, ‘Mereka meninggal ketika masih dalam kesyirika’’. Lalu beliau berkata lagi, ‘Sesungguhnya umat ini akan diuji di dalam kuburnya. Sekiranya kalian tidak akan kubur niscaya aku minta pada Allah agar Dia memperdengarkan kepada kalian azab kubur.’ Lalu mereka para sahabat berkata, ‘Kami berlindung kepada Allah dari api neraka.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Berlindunglah kepada Allah dari azab kubur!’ Mereka berkata, ‘Kami berlindung kepada Allah dari azab kubur.’’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, ‘Berlindunglah kepada Allah dari segala fitnah baik yang tampak maupun yang tersembunyi!’ Mereka berkata, ‘Kami berlindung kepada Allah dari segala fitnah baik yang tampak maupun yang tersembunyi.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, ‘Berlindunglah kepada Allah dari fitnah Masih Dajjal!’ Mereka berkata, ‘Kami berlindung kepada Allah dari fitnah Masih Dajjal.’”
Berkata Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, “Janganlah salah seorang kalian berkata, ‘Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari fitnah.’ Sesungguhnya tidak seorangpun di antara kalian kecuali ia menyimpan fitnah. Karena Allah berfirman, ‘Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian adalah fitnah.” Maka, siapa di antara kalian yang memohon perlindungan hendaklah ia berlindung kepada Allah dari kesesatan-kesesatan fitnah.”
Hikmah di Balik Adanya Fitnah (Ujian dan Cobaan)
Allah berfirman,
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْيُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آَمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3) أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ أَنْ يَسْبِقُونَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput (dari azab) Kami? Amatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu.”
(QS. Al-Ankabut: 2-4).
Syeikh Abdurrahman As-Sa’dy mengomentari ayat di atas dalam tafsir beliau (1/626): Allah memberitakan tentang kesempurnaan hikmah-Nya, bahwa hikmah Allah tidak menghendaki bahwa setiap orang yang berkata bahwa sesungguhnya dia beriman, dia mengaku bahwa dirinya memiliki kemimanan lantas dibiarkan dalam keadaan selamat dari fitnah dan cobaan. Dan keimanannya tidak diganggu oleh apapun saja. Kalau demikian halnya tentu tidak dapat dibedakan orang yang jujur dan orang yang dusta, orang yang benar dan orang yang salah. Akan tetapi telah berlaku ketetapan Allah bagi umat-umat terdahulu dan sekarang untuk menguji mereka dengan kelapangan dan kesempitan, dengan kesulitan dan kemudahan, dengan rasa suka dan duka, dengan kekayaan dan kemiskinan. Dan terkadang dihinakan oleh musuh-musuh mereka dengan ucapan dan perbuatan, dan sebagainya dari berbagai macam fitnah dan ujian. Yang semuanya itu kembali kepada fitnah syubuhat yang merusak aqidah dan fitnah syahawat yang merusak keinginan beramal.
Barangsiapa yang tetap dalam keimanan dan tidak goyah ketika datang fitnah syubuhat, bahkan dia menolaknya dengan al-haq(kebenaran) yang ada pada dirinya. Atau ketika datang fitnah syahwat yang membawa kepada maksiat dan dosa, atau memalingkannya dari apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Ia berjalan sesuai dengan tututan iman dan berusaha melawah nafsunya. hal ini semua menunjukkan akan kejujuran dan kebenaran imannya.
Akan tetapi, barangsiapa yang ketika datangnya fitnah syubuhattimbul keraguan dan kebimbangan dalam hatinya atau ketika fitnah syahwat muncul justru mengarahkannya kepada perbuatan maksiat dan menghalanginya dari menjalankan kewajiban! Maka ini adalah pertanda tidak jujurnya ia dalam beriman.
Manusia dalam pada keadaan seperti ini bertingkat-tingkat, tiada yang mengetahuinya kecuali Allah. Ada yang sedikit dan ada yang banyak, kita memohon kepada Allah agar meneguhkan kita dengan perkataan yang kokoh di dunia dan di akhirat. Juga meneguhkan hati kita di atas agama-Nya. Sesungguhnya ujian dan cobaan bagi jiwa bagaikan tungku api yang mengeluatkan yang jelek dan yang jelek.
Dalam firman Allah yang lain,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَاأَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْوَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ [البقرة/155-157]
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.’ Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(QS. Al-Baqarah: 155-157).
Di sebutkan dalm tafsir As-Sa’di (1/75): Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwasanya sudah sepantasnya seorang hamba itu diuji dengan cobaan atau musibah, agar tampak jelas seorang hamba antara yang jujur dan dusta, tidak sabar dan yang sabar, ini merupakan Sunnatullahterhadap hamba-Nya; apabila kemakmuran terus berlangsung bagi ahli iman, tidak terjadi dengannya cobaan atau musibah, maka akan terjadi percampuran antara kebaikan dan keburukan, hikmah Allah menurunkan cobaan atau musibah untuk membedakan antara hamba yang baik dan yang buruk.
Ini merupakan faidah dari cobaan, bukan menghilangkan keimanan dari kaum muslimin, dan memalingkan mereka dari Agama, Allah tidak akan menyia-nyiakan keimanan seorang mukmin, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan dalam ayat ini, sesungguhnya Dia akan menguji hamba-Nya (dengan sedikit ketakutan) yaitu dari musuh-musuh mereka. (الجوع) dan sedikit kelaparan, karena sesungguhnya apabila Allah menguji mereka dengan ketakutan atau kelaparan yang menyeluruh, maka mereka akan binasa, sedangkan cobaan atau musibah adalah membersihkan bukan membinasakan.
(Kekurangan harta) ini mencakup semua kekurangan yang terjadi pada harta, dari bencana besar dari langit, tenggelam, hilang, diambil secara zalim oleh penguasa yang zalim, perampok, dan yang lainnya. (والأنفس) jiwa, yaitu perginya orang-orang yang dicintai, seperti anak, karib kerabat, dan teman, atau segala macam penyakit yang ada dalam tubuh seorang hamba, atau tubuh orang yang dicintainya. (والثمرات) biji-bijian, buah kurma, pohon-pohon yang lainnya, dan sayur-sayuran karena hujan es, dingin, terbakar, atau bencana langit lainnya, seperti hama belalang dan yang lainnya.
Perkara ini semua pasti akan terjadi, karena sesungguhnya Allah yang Maha Mengetahui telah mengabarkannya, maka terjadilah seperti apa yang dikabarkan, Apabila perkara ini terjadi maka manusia akan pecah menjadi dua bagian: orang-orang yang tidak sabar dan yang sabar; orang yang tidak sabar, mereka akan mendapatkan dua musibah, kehilangan yang dia cintai, dengan adanya musibah ini, dan kehilangan yang lebih besar dari itu, yaitu pahala mengerjakan perintah Allah dengan bersabar, mereka memperoleh kerugian dan tidak mendapatkan pahala, juga berkurangnya keimanan pada mereka, hilangnya kesabaran, keridhaan dan bersyukur, dia mendapati pada dirinya (kemurkaan)yang menunjukkan atas kelemahannya.
Adapun bagi mereka yang Allah tunjukkan kepada kesabaran ketika menghadapi musibah, mereka dapat menahan perkataan dan perbuatannya dari kemarahan sehingga Allah tetapkan pahala (kebaikan) baginya. Dia mengetahui balasan atas kesabarannya itu lebih besar (manfaatnya) dari musibah yang menimpanya, bahkan musibah tersebut sejatinya adalah karunia baginya, karena musibah tersebut merupakan jalan yang menyampaikannya kepada sesuatu yang jauh lebih baik dan bermanfaat. Dia telah melakukan perintah Allah dengan baik dan layak mendapatkan balasan (pahala) atasnya. Oleh karenanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan sampaikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.” Maksudnya: Sampaikanlah kabar gembira bagi mereka karena telah menyempurnakan balasan yang tidak terhitung.
Wallahu a’lam. (Judul Asli Jalan Keluar dari Fitnah Sumber : http://dzikra.com)
[AHaS]