Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah 'azza wa jalla. Karena kita telah ditolong oleh Allah dengan nikmat hidayah yang telah Allah berikan. Dan segala puji bagi Allah pula yang telah memberikan kita taufiq.
Wahai Rabb kami, berilah kepada kami di dunia hasanah dan di akhirat hasanah, dan jagalah kami dari adzab neraka.
Dan ketika ruh ditiupkan di dalam rahim maka ditentukan padanya ketetapan apakah dia menjadi hamba yang sa'id (bahagia) ataukah hamba yang syaqiiy (celaka).
Ukuran keberhasilan hidup seseorang yang benar bukan lah cita-cita, keinginan, angan-angan akan tetapi yang dilihat ialah bagaimana jalan yang sudah ditempuh.
Sebagai mana dalam ayat imtihaan yaitu tentang ukuran sesuatu bukanlah pengakuan seseorang bahwa ia mencintai Allah akan tetapi yang dilihat ialah bagaimana ia dalam mengikuti jalan Rasul. Bahkan orang yahudi dan Nashrani pun mereka mengaku mencintai Allah.
Kemudian hendaknya kita renungi bersama, apakah perjalanan kita , jalan yang sudah kita tempuh ini , sudahkah sesuai dengan perjalanannya orang yang bahagia ? Sejauh manakah yang sudah kita tempuh?
Dan dalam hidup ini hanya akan ada 2 pilihan yaitu apakah seseorang itu akan bahagia ataukah ia celaka.
Dan cita-cita tujuan dari perjalanan ini ialah bagaimana kita menyudahi perjalanan ini yaitu bagaimana akhir perjalanan kita di dunia. Sebagaimana dalam sebuah hadits, Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إنما الأعمال بالخواتيم
Hanyasaja amalan-amalan itu ialah tergantung dengan amalan-amalan penutupnya. (HR. al-Bukhari)
Dan perjalanan kita dalam agama, jalan ilmu ini tidak lain tujuannya ialah untuk akhir kesudahan yang baik.
Maka dari itu Imam al-Bukhari rahimahullaah mengawali kitab shahihnya dengan kitab bad'ul wahyi yang kemudian diakhiri dengan kitab tauhid. Dimulai dengan wahyu dari Allah dan hadits tentang niat yang kemudian ditutup dan diakhiri dengan tauhid.
Dan pelajaran-pelajaran tauhid dan aqidah maka sesungguhnya ia merupakan pelajaran untuk memperbaiki hati. Namun disayangkan betapa banyak orang telah belajar masalah tersebut namun hanya sampai pada akal saja dan tidak meresap ke dalam hati.
Padahal sudah seharusnya semestinya dengan ilmu-ilmu tersebut membuatkan pada diri seseorang khasyyah kepada Allah.
Dan permasalahan mendasar antara tauhid dan syirik ialah permasalahan hati dan i'tiqad yaitu tentang bersambungnya atau bergantungnya hati seseorang kepada yang diibadahi. Yaitu kemana hati itu mencintai, kemana hati itu berharap, dan kemana hati itu takut.
Dan Nabi dalam dakwah, beliau terus menekuini permasalahan ini selama 10 tahun lamanya dan tidak pernah berubah dan goyah oleh karena fitnah-fitnah yang terjadi pada beliau maupun apa yang dialami para shahabat beliau.
- - - -- -
Faedah ini kami dapat dari Kajian Kitab Ishlaahul Quluub (Baiknya Hati) bersama al-Ustadz al-Fadhil Abu 'Izzi hafizhahullaahu ta'ala