keutamaan ilmu

Ilmu adalah cahaya

Cahaya Allah yang dengannya Ia menghidupkan hati-hati yang mati, menyembuhkan jiwa-jiwa yang sakit, dan memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakinya.

ilmu yang bermanfaat

ilmu yang bermanfaat

Setiap ayat al-Qur-an yang menceritakan kebaikan, sanjungan, orang-orang shalih, dan janji kebahagiaan di surga maka hal itu merupakan buah dari ilmu yang bermanfaat.

jalan ilmu

Bersiap Menempuh Jalan Ilmu

Menekuni ilmu sedikit demi sedikit, pagi dan petang, bersama hari, bersama malam, meniti jalan salafunash shalih

penghalang ilmu

Penghalang-penghalang dalam jalan ilmu

Syaithan tidak akan pernah ridho mboh piye carane hingga manusia terhalang dari ilmu dan petunjuk Allah, atau jauh dari ulama, ataupun tergelincir dalam jalan ilmu

adab dan akhlak menuntut ilmu

Baiknya hati, adab serta akhlak seorang penuntut ilmu

Maka sesungguhnya bukanlah penglihatan mata yang buta, akan tetapi yang buta adalah penglihatan hati yang ia di dalam dada.

Tuesday, July 24, 2012

Adab Penuntut Ilmu 1:: Faedah Kajian Karanganyar:: Ust Abu Izzi:: Meraih Ilmu dengan Akhlak Mulia

Bismillah ..

Link Kajian 
al-Ustadz al-Fadhl Abu 'Izzi -hafizhahullaah ta'aalaa

Catatan Penting::
* merujuk pada kutaib asy-Syaikh AbdulMuhsin al-Abbad -hafizhahullah* menerangkan tentang 
   > Fadhlil 'Ilmi :: membuahkan niat yang ikhlash, tekad, dan tujuan yang benar. (ikhlash)
   > Kaifiyyah Thalabul Ilmu :: mengerti bagaimana / jalan yang benar dalam menuntut ilmu. (ittiba')
   ---> membuahkan ilmu yang nafi' dan berbarokah.

I

FAEDAH-FAEDAH::
* Wasilah agung teguhnya iman adalah thalabul ilmu.
* rusaknya nikmat hidayah dan agama adalah (karena) rusaknya jalan ilmu.
* ilmu adalah ibadah hati.
* ciri hati yang baik, perhatian yang besar pada jalan amalan atau tashdiiqul 'amal.

Muqaddimah Kitab::
* Ibnu Abbas -radhiyallaahu 'anhu, "al-Hayyatuth thayyibah hidup dengan ilmu."

II

FAEDAH-FAEDAH
* Tanda kiamat adalah diambilnya ilmu dari ash-Shagir, (dan juga munculnya) ru-uusan juhalaa' yang sesat dan menyesatkan. (fadholluu wa adholluu)

Muqaddimah Kitab
* Ibnu Qayyim -rahimahullaah, "Ilmu itu adalah dengan Qaalallaah (Allah berfirman), wa qaalar rasuul (Rasul bersabda), wa qaalash shaahabah (para shahabat berkata). Mereka itulah pemilik pemahaman."

Keutamaan Ilmu di dalam Kitab Allah 'azza wa jalla
*
Allah mengathofkan (menyandingkan) ahlul ilmu dengan persaksian-Nya, yang mana persaksian Allah adalah seagung-agung persaksian, yang mana yang dipersaksikan Allah adalah Tauhid kepada-Nya yang merupakan sebesar-besar perkara yang tercakup padanya Ilahiyah Allah 'azza wa jalla serta hakekat ibadah yang haq.
* Orang yang senantiasa berilmu tidaklah sama dengan orang yang senantiasa tidak berilmu, (baik dari segi) keutamaan, jalannya menuju Allah, aqidah, ibadah, akhlak, serta adab.
* Allah memerintahkan nabi-Nya untuk meminta ziyadatul ilmi (tambahan ilmu), dan Allah tidak pernah menyuruh nabi-Nya meminta ziyadah sebagaimana pada ziyadatul ilmi.
* Ilmu adalah pemberian Allah (dan disandarkan pada-Nya) sebagaiman dalam kalimah "uutul 'ilm".
* Allah mengangkat orang yang beriman, dan mengankat "uutul 'ilm" (orang yang diberikan ilmu) dengan derajat-derajat.
* Ihsan dilihat dari hatinya (seperti seakan-akan melihat Allah dalam beribadah atau merasa dilihat oleh-Nya) dan ini dimiliki oleh orang-orang yang berilmu yang mereka memiliki khasyah kepada Allah secara hakiki.
* Bagi orang yang kurang berilmu tentang Allah maka ibadahnya hanya sebagai taklif (beban) bukan nikmat/kebutuhan..
* Ulul Amri meliputi al-'Ulamaa' (para ulama) dan al-Umaraa' (para pemimpin) dan ini yang dirajihkan oleh imam al-Qurthubi dan Imam Ibnu Katsir.
* "wa ulil amri minkum.":: ditafsirkan sebagai ahli fiqh wad diin oleh Ibnu Abbas, Atha', dan Mujahid.
* Hasan al-Bashri: "Akan datang suatu zaman yang mana banyak orang yang pandai bicara urusan agama dan sedikit para ulamanya".
* Ahladz Dzikr: rujukan manusia (marja-un naas).

____ . . _________
Sukoharjo, 5 Ramadhan 1433 H.
Abu Hanifah as-Sukawharji

Saturday, June 23, 2012

Hukum Belajar Ilmu Pengetahuan Umum; Teknik, Kedokteran, dsb.

Syaikh Shaleh al-Fauzan -hafizhahullah berkata,
 "Itu hal yang bagus dilakukan dan dia akan mendapatkan pahala. Hanya saja dia tidak boleh meninggalkan aktivitas belajar ilmu agama yang ia butuhkan."
(al-Muntaqa, 1:332)

 Hukum Belajar Ilmu Pengetahuan Umum; Teknik, Kedokteran, dsb.

 artikel kami nukil dari artikel Rumaysho.Com

Syaikh Sholeh Al Fauzan ditanya, 
"Sebagian pemuda muslim punya kecenderungan untuk serius mempelajari ilmu pengetahuan umum. Seperti ilmu kedokteran atau aktif dalam penelitian-penelitian modern lainnya. Katanya mereka bertekad untuk mengurangi ketergantungan kaum muslimin kepada orang kafir dan musyrik. Bagaimana pendapat Anda tentang fenomena tersebut?" 


Jawaban Syaikh hafizhohullah,
Itu hal yang bagus dilakukan dan dia akan mendapatkan pahala. Hanya saja dia tidak boleh meninggalkan aktivitas belajar ilmu agama yang ia butuhkan. Jadi, pertama-tama dia harus mempelajari masalah-masalah agama yang sifatnya dharuri (yaitu ilmu agama yang setiap muslim wajib untuk memahaminya, seperti akidah, hukum bersuci, shalat, zakat, puasa sehingga ia tidak sampai meninggalkan kewajiban dan meninggalkan yang haram , pen). Setiap muslim tidak boleh meninggalkan ilmu seperti itu. Jika seseorang serius mempelajari ilmu kedokteran dan semacamnya dari ilmu dunia sementara ia tidak mengetahui ilmu agama yang wajib dipelajari, maka tentu saja tidak boleh. (al-Muntaqa, 1: 332)

Penjelasan Syaikh menunjukkan bahwa bekal utama yang harus dimililiki adalah mempelajari ilmu agama terutama ilmu yang wajib dipelajari. Setelah itu, jika ia ingin menguasai ilmu teknik, kedokteran, farmasi, ekonomi, maka tidaklah masalah. Apalagi ia meniatkan ilmu tersebut untuk kemajuan Islam dan untuk manfaat bagi orang banyak, moga dengan niatan baiknya ia akan mendapatkan pahala. Belajar ilmu dunia sambil menuntut ilmu agama sangat mungkin sebagaimana disebutkan dalam tulisan di sini.

Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata,

مَنْ لَا يُحِبُّ الْعِلْمَ لَا خَيْرَ فِيهِ

“Siapa yang tidak mencintai ilmu (agama), tidak ada kebaikan untuknya.”

Panggang-Gunung Kidul, 23 Sya'ban 1432 H (25/07/2011)
www.rumaysho.com

Jalan Keluar dari Fitnah


“Akan terjadi berbagai macam fitnah, yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, yang berjalan lebih baik daripada yang berlari-lari kecil, dan barangsiapa yang mengikuti fitnah tersebut, maka dirinya akan teraniaya karenanya, barangsiapa yang mendapatkan naungan tempat berlindung, maka berlindunglah padanya.” (Muttafaq ‘alaihi).

Jalan Keluar dari Fitnah

 kami kutip dari ebook:: "Petunjuk Nabi dalam Menghadapi Fitnah"
sumber: suaraquran.com ; dzikra.com

  • Menyibukkan diri dengan Ibadah.

Dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamdisebutkan, “Beribadah di tengah-tengah fitnah adalah seperti berhijrah kepadaku.” (HR. Muslim).

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Sebab besarnya keutamaan suatu ibadah di zaman fitnah, karena manusia pada saat itu lupa dan lalai dari beribadah karena disibukan oleh fitnah tersebut dari melakukan ibadah. Tiada yang melakukan ibadah kecuali gelintir orang saja.”

Diriwayatkan dari Ummu Salamah, dia berkata, “Suatu malam, Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam terjaga dari tidurnya. Seraya mengucapkan, ‘(Maha Suci Allah, fitnah apakah yang telah turun di malam hari ini dan yang dibuka dari pintu-pintu rahmat? Bangunlah wahai istri-istriku! Betapa banyak orang yang berpakaian di dunia akan tetapi telanjang di akhirat.’” (HR. Bukhari).

Penjelasan: Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallamseketika bangun dari tidurnya seraya berkata, Apakah yang diberitahukan kepada para malaikat tentang fitnah yang ditakdirkan pada malam ini? Dan apa yang dibuka dari pintu-pintu rahmat! Adalah betapa banyak, saya tidak mengerti dengannya, dari fitnah-fitnah yang telah di takdirkan di malam hari ini. Hal ini agar kita berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah tersebut dengan jalan melakukan ibadah pada malam hari tersebut.

Disebutkan dalam kitab Fathul Baari, adalah selayaknya bagi mereka (para Istri Nabi) agar tidak lalai dari beribadah, dan tidak hanya bersandar di sebabkan mereka adalah istri-istri Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam.

Dalam hadits di atas, terdapat peringatan terhadap wanita yang memakai pakain tipis atau pendek, berpakaian tapi telanjang.
  • Menuntut Ilmu Syar’i

Syaikh Shaleh As-Sadhan telah menyebutkan beberapa contoh dalam kisah wafatnya Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Bebagai persoalan dapat diselesaikan oleh Abu Bakar Ash-Shidiq dengan berdasarkan ilmunya yang dalam. Seperti, perkara apakah beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam wafat ataukah beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat sebagaimana diangkatnya Isa ‘alaihissalam, mengenai tempat di mana beliau akan dikuburkan, dan perkara umat setelah wafatnya sallallahu ‘alaihi wa sallam.
  • Menjauhi Tempat dan Sebab Munculnya Fitnah

Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, Rasululah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan terjadi berbagai macam fitnah, yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, yang berjalan lebih baik daripada yang berlari-lari kecil, dan barangsiapa yang mengikuti fitnah tersebut, maka dirinya akan teraniaya karenanya, barangsiapa yang mendapatkan naungan tempat berlindung, maka berlindunglah padanya.” (Muttafaq ‘alaihi).

Aku mendengar Abu Bakrah membaca hadits, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya akan terjadi banyak fitnah, ketahuilah! Kemudian akan muncul suatu fitnah, yang duduk pada waktu itu lebih baik dari yang berjalan, yang berjalan lebih baik daripada yang berlari-lari kecil. Ketahuilah, apabila fitnah terjadi, maka barangsiapa yang memiliki unta maka tetaplah pada untanya dan barangsiapa yang memiliki kambing tetaplah pada kambingnya, barangsiapa yang memiliki tanah maka tetaplah padanya. 

Abu Bakrah berkata, ada seorang yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah bagaimana dengan seseorang yang tidak memiliki unta, kambing, ataupun tanah?’ Beliau bersabda, ‘Pukulkanlah pedangnya ke batu sampai tumpul kemudian menyelamatkan diri apabila dia mampu, Ya Allah, sudahkah aku menyampaikannya?’
Beliau mengucapkannya tiga kali.

Berkata Abu Bakrah: Pemuda itu bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah apabila aku dipaksa, sehingga aku masuk salah satu di antara dua barisan, atau salah satu dari dua fitnah, dan seseorang memukulku dengan pedangnya, atau dengan anak panah, sehingga membunuhku.’ Beliau bersabda, ‘Maka dia mengakui dosanya dan dosamu, maka dia termasuk penduduk Neraka.’”

Dari Abu Sa’id Al-Khudri beliau berkata, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Nyaris kambing menjadi harta terbaik orang muslim hingga diikutinya sampai ke puncak gunung atau ujung dunia sekalipun, lari dengan agamanya menghindari fitnah.”
  • Mengembalikan Persoalan kepada Pemerintah dan Ulama

Allah berfirman,

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا

“Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan mereka langsung menyiarkannya, padahal apabila mereka menyerahkannya kepada rasul dan ulil amri, sekiranya bukan karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja di antara kamu.” 
(QS. An-Nisa: 83).

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata, “Ini adalah pelajaran dari Allah untuk hambanya atas perbuatan mereka yang tidak layak. Seharusnya ketika sampai kepada mereka suatu perkara dari perkara-perkara yang penting dan berkaitan dengan kemaslahatan umum. Baik yang berhubungan dengan keamanan ataupun dengan musibah, agar mereka tetap teguh dan tidak tergesa-gesa dengan isu-isu yang tersebar. Akan tetapi mengembalikannya kepada rasul dan ulil amri (ulama-ulama dan pemerintah). Yaitu orang-orang yang berilmu yang mengetahui berbagai urusan dan kemashlahatan. Sebab jika mereka melihat adanya kemaslahatan dan kebahagiaan serta terhindar dari musuh-musuh bagi orang-orang mukmin, maka mereka akan menyebarkan kabar-kabar tersebut. Akan tetapi apabila mereka melihat di dalamnya tidak ada kemaslahatan atau kejelekannya (mudharat) lebih besar daripada kemashlahatan, maka mereka tidak menyebarkan kabar-kabar tersebut. Oleh karena itu Allah berfirman, “Tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya akan dapat mengetahuinya.” Artinya mereka mengeluarkan pendapat-pendapat dan pengetahuan-pengetahuan yang lurus. 

Dalam hal ini terdapat dalil tentang norma kesopanan, yaitu jika mendapatkan suatu perkara apa saja, maka selayaknya urusan atau perkara tersebut di kembalikan kepada ahlinya, dan tidak mendahului mereka, karena hal itu lebih dekat kepada kebenaran dan lebih terjaga dari kesalahan. Di dalamnya juga terdapat larangan ceroboh dan tergesa-gesa dalam menyebarkan berita tentang sesuatu saat pertama kali mendengakannya. Maka, Allah katakan, “Kalau bukan karena karunia Alah dan rahmat-Nya atas kalian,” artinya memberikan taufik dan tuntunan, serta memberikan pengajaran terhadap kalian. “Tentulah kalian akan mengikuti setan kecuali sebagian saja di antara kalian.

Karena manusia pada tabiatnya adalah seorang yang zalim dan bodoh. Hawa nafsu itu tidak memerintahkan kecuali kepada kejelekan. Jika kembali kepada Allah, berpegang teguh dengan-Nya dan bersungguh-sungguh di dalam hal tersebut, niscaya Allah akan memberikannya taufik menuju kebaikan dan menjaganya dari godaan setan yang terkutuk.
  • Tetap Bersatu dalam Barisan Kaum Muslimin dan Imam Mereka

Sahabat Hudzaifah bin Al-Yaman berkata,  
“Orang-orang bertanya tentang kebaikan kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, adapun aku bertanya tentang keburukan, karena takut terjerumus ke dalamnya. 

Aku berkata, “Wahai Rasulullah, dahulu kami hidup pada zaman kejahiliyahan dan keburukan, kemudian Allah menganugerahkan zaman kebaikan ini, apakah setelah zaman kebaikan ini akan datang lagi zaman keburukan?” 

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” 

Lalu aku bertanya lagi, “Setelah zaman keburukan itu apakah akan datang lagi zaman kebaikan?” 

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya tapi ada kekacauan pada zaman itu.” 

Aku bertanya lagi, “Apa kekacauannya?” 

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Segolongan orang yang memberi petunjuk bukan dengan petunjukku, kamu mengenali mereka, lalu kamu ingkari.” 

Aku bertanya, “Apakah setelah zaman kebaikan itu ada zaman keburukan lagi?” 

Beliau menjawab, “Ya, yaitu munculnya para da’i yang membujuk manusia menuju pintu neraka, orang yang mengikuti panggilan mereka, di jerumuskan ke Neraka.” 

Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana ciri-ciri mereka?” 

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka adalah orang-orang dari bangsa kita, mereka berbicara dengan bahasa kita.” 

Aku bertanya, “Apa yang engkau wasiatkan apabila aku hidup pada zaman itu?” 

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tetaplah kamu bersatu dalam barisan kaum muslimin dan imam mereka.” 

Aku bertanya, “Bagaimana seandainya tidak ada barisan kaum muslimin dan tidak pula imam?” 

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menyingkirlah kamu dari semua kelompok yang ada, walaupun harus menggigt urat urat pohon, sampai ajal datang menemuimu.” (HR. Al-Bukhari).

Diriwayatkan dari ‘Ubaidillah bin ‘Adiy bin Khayyar, beliau berkata, “Aku menemui khalifah ‘Utsman ketika beliau sedang sakit, sedangkan sahabat ‘Ali sedang shalat mengimami kaum muslimin. Lalu aku berkata, “Wahai Amirul Mukminin, saya merasa keberatan shalat bersama mereka, karena engkaulah imam kaum muslimin, maka ‘Utsman menjawab, “Sesungguhnya shalat adalah amalan yang paling bagus…”

Berkata ‘Utsman, “Shalat adalah amalan yang paling bagus, maka apabila mereka bersikap baik, bersikaplah kepada mereka dengan baik pula, tapi kalau mereka bersikap buruk, menghindarlah dari keburukan mereka.”

Imam Ibnu Baththal berkata “Dari hadits ini dapat diambil pelajaran: anjuran untuk konsisten dalam melaksanakan shalat lima waktu, anjuran untuk tetap menghadiri shalat berjamaah walaupun saat terjadi fitnah (kekacauan), agar perkaranya tidak bertambah runyam, dan tidak menambah silang pendapat, dan agar tidak memperbesar perselisihan dan pernusuhan. Pendapat ini berlawanan dengan sebagian pendapat ulama Kuffah yang menyatakan bahwa: pelaksanaan shalat Jumat tanpa seorang khalifah adalah tidak sah.”
  • Menahan diri dari berbicara dan tidak menerima isu-isu yang berkembang, serta berusaha mengikutinya.

Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash berkata, “Ketika kami berada di sisi Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam di tanyakan kepadanya mengenai (sikap) yang tepat dalam menghadapi suatu fitnah, maka beliau bersabda, ‘Jika kalian melihat manusia telah mengabaikan perjanjian-perjanjiannya serta menyepelekan amanat-amanatnya dan mereka menjadi seperti ini, kemudian beliau menyela antara jari-jemarinya,’ maka aku berdiri (mendekati) beliau, aku katakan padanya, ‘Apa yang semestinya aku lakukan ketika itu (semoga Allah menjadikanku sebagai tebusanmu)?’ Beliau bersabda, ‘(Tetaplah kamu berada di rumah dan jagalah lisanmu dan ambillah apa- apa yang kamu ketahui, serta tinggalkanlah apa-apa yang kamu ingkari. Berpeganglah kamu terhadap urusanmu saja dan tinggalkanlah olehmu urusan khalayak umum.’”(HR.Abu Daud, berkata Syaikh Al-Albani: Hasan Shahih).
  • Memohon Perlindungan Kepada Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ [يونس/85]

Ya Tuhan kami, janganlah engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi kaum yang zalim.” 
(QS.Yunus: 85).

Syaikh Abdurrahman As-Sa’diy menjelaskan maksud ayat di atas, “Janganlah engkau jadikan mereka berkuasa atas kami, sehingga terfitnahlah kami dan kalahlah kami karenanya. Mereka (rang-orang zalim) berkata, ‘Seandainya mereka (kaum Musa) berada dalam kebenaran, maka tidaklah mereka terkalahkan.’”

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam ayat lain,

رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [الممتحنة/5]

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami, ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana.”

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan solusi tepat bagi kaum muslimin agar terhindar dari bentuk-bentuk fitnah dan kejelekan yaitu dengan senantiasa berlindung kepada Allah dari fitnah dan kejelekan tersebut kemudian meninggalkannya, serta bersegera untuk melakukan amal kebajikan, dengan (mengoreksi kembali) keimanan yang benar kepada Allah dan hari akhir, serta berkomitmen untuk selalu berada dalam barisan kaum muslimin.

Di antara sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menyebutkan, “Berlindunglah kepada Allah dari segala bentuk fitnah yang nampak maupun yang tersembunyi”.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan sahabat-sahabatnya do’a ini sebagaimana beliau mengajari mereka sebuah surat dalam Al-Qur’an, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka jahannam, siksa kubur, fitnah Al-Masih Dajjal, serta fitnah kehidupan dan kematian.”

Dari Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu, ia berkata, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di kebun Bani Najjar, di atas Bighal (seperi Himar) miliknya, dan kami bersama beliau, tiba-tiba kuda tersebur beputar dan hampir saja membuat nabi terlempar. Di sana terdapat enam, atau lima, atau empat kuburan. Lalu beliau berkata, “Siapa yang tahu kuburan siapa ini? Salah seorang sahabat menjawab, ‘Saya.’ Beliaupun bersabda, ‘Kapan mereka meninggal?’ Sahabat tersebut menjawab, ‘Mereka meninggal ketika masih dalam kesyirika’’. Lalu beliau berkata lagi, ‘Sesungguhnya umat ini akan diuji di dalam kuburnya. Sekiranya kalian tidak akan kubur niscaya aku minta pada Allah agar Dia memperdengarkan kepada kalian azab kubur.’ Lalu mereka para sahabat berkata, ‘Kami berlindung kepada Allah dari api neraka.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Berlindunglah kepada Allah dari azab kubur!’ Mereka berkata, ‘Kami berlindung kepada Allah dari azab kubur.’’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, ‘Berlindunglah kepada Allah dari segala fitnah baik yang tampak maupun yang tersembunyi!’ Mereka berkata, ‘Kami berlindung kepada Allah dari segala fitnah baik yang tampak maupun yang tersembunyi.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi, ‘Berlindunglah kepada Allah dari fitnah Masih Dajjal!’ Mereka berkata, ‘Kami berlindung kepada Allah dari fitnah Masih Dajjal.’”

Berkata Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, “Janganlah salah seorang kalian berkata, ‘Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari fitnah.’ Sesungguhnya tidak seorangpun di antara kalian kecuali ia menyimpan fitnah. Karena Allah berfirman, ‘Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian adalah fitnah.” Maka, siapa di antara kalian yang memohon perlindungan hendaklah ia berlindung kepada Allah dari kesesatan-kesesatan fitnah.”

Hikmah di Balik Adanya Fitnah (Ujian dan Cobaan)

Allah berfirman,

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْيُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آَمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3) أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ أَنْ يَسْبِقُونَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput (dari azab) Kami? Amatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu.” 
(QS. Al-Ankabut: 2-4).

Syeikh Abdurrahman As-Sa’dy mengomentari ayat di atas dalam tafsir beliau (1/626): Allah memberitakan tentang kesempurnaan hikmah-Nya, bahwa hikmah Allah tidak menghendaki bahwa setiap orang yang berkata bahwa sesungguhnya dia beriman, dia mengaku bahwa dirinya memiliki kemimanan lantas dibiarkan dalam keadaan selamat dari fitnah dan cobaan. Dan keimanannya tidak diganggu oleh apapun saja. Kalau demikian halnya tentu tidak dapat dibedakan orang yang jujur dan orang yang dusta, orang yang benar dan orang yang salah. Akan tetapi telah berlaku ketetapan Allah bagi umat-umat terdahulu dan sekarang untuk menguji mereka dengan kelapangan dan kesempitan, dengan kesulitan dan kemudahan, dengan rasa suka dan duka, dengan kekayaan dan kemiskinan. Dan terkadang dihinakan oleh musuh-musuh mereka dengan ucapan dan perbuatan, dan sebagainya dari berbagai macam fitnah dan ujian. Yang semuanya itu kembali kepada fitnah syubuhat yang merusak aqidah dan fitnah syahawat yang merusak keinginan beramal.

Barangsiapa yang tetap dalam keimanan dan tidak goyah ketika datang fitnah syubuhat, bahkan dia menolaknya dengan al-haq(kebenaran) yang ada pada dirinya. Atau ketika datang fitnah syahwat yang membawa kepada maksiat dan dosa, atau memalingkannya dari apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Ia berjalan sesuai dengan tututan iman dan berusaha melawah nafsunya. hal ini semua menunjukkan akan kejujuran dan  kebenaran imannya.

Akan tetapi, barangsiapa yang ketika datangnya fitnah syubuhattimbul keraguan dan kebimbangan dalam hatinya atau ketika fitnah syahwat muncul justru mengarahkannya kepada perbuatan maksiat dan menghalanginya dari menjalankan kewajiban! Maka ini adalah pertanda tidak jujurnya ia dalam beriman.
Manusia dalam pada keadaan seperti ini bertingkat-tingkat, tiada yang mengetahuinya kecuali Allah. Ada yang sedikit dan ada yang banyak, kita memohon kepada Allah agar meneguhkan kita dengan perkataan yang kokoh di dunia dan di akhirat. Juga meneguhkan hati kita di atas agama-Nya. Sesungguhnya ujian dan cobaan bagi jiwa bagaikan tungku api yang mengeluatkan yang jelek dan yang jelek.

Dalam firman Allah yang lain,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَاأَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْوَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ [البقرة/155-157]

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.’ Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” 
(QS. Al-Baqarah: 155-157).

Di sebutkan dalm tafsir As-Sa’di (1/75): Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwasanya sudah sepantasnya seorang hamba itu diuji dengan cobaan atau musibah, agar tampak jelas seorang hamba antara yang jujur dan dusta, tidak sabar dan yang sabar, ini merupakan Sunnatullahterhadap hamba-Nya; apabila kemakmuran terus berlangsung bagi ahli iman, tidak terjadi dengannya cobaan atau musibah, maka akan terjadi percampuran antara kebaikan dan keburukan, hikmah Allah menurunkan cobaan atau musibah untuk membedakan antara hamba yang baik dan yang buruk. 

Ini merupakan faidah dari cobaan, bukan menghilangkan keimanan dari kaum muslimin, dan memalingkan mereka dari Agama, Allah tidak akan menyia-nyiakan keimanan seorang mukmin, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan dalam ayat ini, sesungguhnya Dia akan menguji hamba-Nya (dengan sedikit ketakutan) yaitu dari musuh-musuh mereka. (الجوع) dan sedikit kelaparan, karena sesungguhnya apabila Allah menguji mereka dengan ketakutan atau kelaparan yang menyeluruh, maka mereka akan binasa, sedangkan cobaan atau musibah adalah membersihkan bukan membinasakan. 

(Kekurangan harta) ini mencakup semua kekurangan yang terjadi pada harta, dari bencana besar dari langit, tenggelam, hilang, diambil secara zalim oleh penguasa yang zalim, perampok, dan yang lainnya. (والأنفس) jiwa, yaitu perginya orang-orang yang dicintai, seperti anak, karib kerabat, dan teman, atau segala macam penyakit yang ada dalam tubuh seorang hamba, atau tubuh orang yang dicintainya. (والثمرات) biji-bijian, buah kurma, pohon-pohon yang lainnya, dan sayur-sayuran karena hujan es, dingin, terbakar, atau bencana langit lainnya, seperti hama belalang dan yang lainnya. 

Perkara ini semua pasti akan terjadi, karena sesungguhnya Allah yang Maha Mengetahui telah mengabarkannya, maka terjadilah seperti apa yang dikabarkan, Apabila perkara ini terjadi maka manusia akan pecah menjadi dua bagian: orang-orang yang tidak sabar dan yang sabar; orang yang tidak sabar, mereka akan mendapatkan dua musibah, kehilangan yang dia cintai, dengan adanya musibah ini, dan kehilangan yang lebih besar dari itu, yaitu pahala mengerjakan perintah Allah dengan bersabar, mereka memperoleh kerugian dan tidak mendapatkan pahala, juga berkurangnya keimanan pada mereka, hilangnya kesabaran, keridhaan dan bersyukur, dia mendapati pada dirinya (kemurkaan)yang menunjukkan atas kelemahannya.

Adapun bagi mereka yang Allah tunjukkan kepada kesabaran ketika menghadapi musibah, mereka dapat menahan perkataan dan perbuatannya dari kemarahan sehingga Allah tetapkan pahala (kebaikan) baginya. Dia mengetahui balasan atas kesabarannya itu lebih besar (manfaatnya) dari musibah yang menimpanya, bahkan musibah tersebut sejatinya adalah karunia baginya, karena musibah tersebut merupakan jalan yang menyampaikannya kepada sesuatu yang jauh lebih baik dan bermanfaat. Dia telah melakukan perintah Allah dengan baik dan layak mendapatkan balasan (pahala) atasnya. Oleh karenanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan sampaikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.” Maksudnya: Sampaikanlah kabar gembira bagi mereka karena telah menyempurnakan balasan yang tidak terhitung.

Wallahu a’lam. (Judul Asli Jalan Keluar dari Fitnah Sumber : http://dzikra.com)

[AHaS]

Tuesday, June 12, 2012

Di Balik Amalan Sedikit tapi Terus Menerus

 "Wahai sekalian manusia, lakukanlah amalan sesuai dengan kemampuan kalian. Karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (ajeg) walaupun sedikit." [HR. Muslim no. 782]
 
 Di Balik Amalan Sedikit tapi Kontinue

kami ringkas dari Artikel Rumaysho.Com :: al-Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

Pada kesempatan kali ini, kami akan mengangkat pembahasan yang cukup menarik yaitu bagaimana seharusnya kita beramal. Apakah amalan kita haruslah banyak? Ataukah lebih baik amalan kita itu rutin walaupun sedikit? Itulah yang akan kami ketengahkan ke hadapan pembaca pada tulisan yang sederhana ini. Hanya Allah yang senantiasa memberi segala kemudahan.


TANDA DITERIMANYA AMAL
Saudaraku ... Perlulah engkau ketahui bahwa tanda diterimanya suatu amalan adalah apabila amalan tersebut membuahkan amalan ketaatan berikutnya. Di antara bentuknya adalah apabila amalan tersebut dilakukan secara kontinu (rutin). Sebaliknya tanda tertolaknya suatu amalan (alias tidak diterima), apabila amalan tersebut malah membuahkan kejelekan setelah itu. Sebagian ulama salaf mengatakan,

مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا

“Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”
[Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 8/417, Daar Thoyyibah, cetakan kedua, 1420 H ]


PENTINGNYA MERUTINKAN AMALAN WALAU SEDIKIT
Dari ’Aisyah -radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.”
HR. Muslim no. 783, Kitab shalat para musafir dan qasharnya, Bab Keutamaan amalan shalat malam yang kontinu dan amalan lainnya]
 
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دُووِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّ

”Wahai sekalian manusia, lakukanlah amalan sesuai dengan kemampuan kalian. Karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (ajeg) walaupun sedikit.” [HR. Muslim no. 782]


HIKMAH MERUTINKAN AMALAN

Pertama, melakukan amalan yang sedikit namun kontinu akan membuat amalan tersebut langgeng, artinya akan terus tetap ada.

An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun rutin dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Kholiq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit yang rutin dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja dilakukan.” [Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 3/133, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah]

Kedua, amalan yang kontinu akan terus mendapat pahala. Berbeda dengan amalan yang dilakukan sesekali saja –meskipun jumlahnya banyak-, maka ganjarannya akan terhenti pada waktu dia beramal. Bayangkan jika amalan tersebut dilakukan terus menerus, maka pahalanya akan terus ada walaupun amalan yang dilakukan sedikit. 

Namun perlu diketahui bahwa apabila seseorang meninggalkan amalan sholih yang biasa dia rutinkan karena alasan sakit, sudah tidak mampu lagi melakukannya, dalam keadaan bersafar atau udzur syar’i lainnya, maka dia akan tetap memperoleh ganjarannya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا

“Jika seseorang sakit atau melakukan safar, maka dia akan dicatat melakukan amalan sebagaimana amalan rutin yang dia lakukan ketika mukim (tidak bepergian) dan dalam keadaan sehat.” [HR. Bukhari no. 2996]

Ketiga, amalan yang sedikit tetapi kontinu akan mencegah masuknya virus ”futur” (jenuh untuk beramal). Jika seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang akan muncul rasa malas dan jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit namun ajeg (terus menerus), maka rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat untuk beramal akan selalu ada. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk beramal yang penting kontinu walaupun jumlahnya sedikit. 

Kadang kita memang mengalami masa semangat dan kadang pula futur (malas) beramal. Sehingga agar amalan kita terus menerus ada pada masa-masa tersebut, maka dianjurkanlah kita beramal yang rutin walaupun itu sedikit. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

وَلِكُلِّ عَمِلٍ شِرَّةٌ ، وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ ، فَمَنْ يَكُنْ فَتْرَتُهُ إِلَى السُّنَّةِ ، فَقَدِ اهْتَدَى ، وَمَنْ يَكُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ ، فَقَدْ ضَلَّ

”Setiap amal itu pasti ada masa semangatnya. Dan setiap masa semangat itu pasti ada masa futur (malasnya). Barangsiapa yang kemalasannya masih dalam sunnah (petunjuk) Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, maka dia berada dalam petunjuk. Namun barangsiapa yang keluar dari petunjuk tersebut, sungguh dia telah menyimpang.” [HR. Thobroni dalam Al Mu’jam Al Kabir, periwayatnya shohih. Lihat Majma’ Az Zawa’id]

AMALAN YANG DIRUTINKAN
Syaikh Ibrahim Ar Ruhailiy hafizhohullah mengatakan, ”Tidak semua amalan mesti dilakukan secara rutin, perlu kiranya kita melihat pada ajaran dan petunjuk Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dalam hal ini.” [Tajridul Ittiba’, hal. 89]

Untuk mengetahui manakah amalan yang mesti dirutinkan, dapat kita lihat pada tiga jenis amalan berikut:

PERTAMA
Amalan yang bisa dirutinkan ketika mukim (tidak bepergian) dan ketika bersafar. 
Contohnya adalah puasa pada ayyamul biid (13, 14, 15 H), shalat sunnah qobliyah shubuh (shalat sunnah fajar), shalat malam (tahajud), dan shalat witir. Amalan-amalan seperti ini tidaklah ditinggalkan meskipun dalam keadaan bersafar.

Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berpuasa pada ayyamul biid (13, 14, 15 H) baik dalam keadaan mukim (tidak bersafar) maupun dalam keadaan bersafar.” 
[HR. An Nasa-i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Lihat Al Hadits Ash Shohihah 580.]

Ibnul Qayyim mengatakan, “Termasuk di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar adalah mengqoshor shalat fardhu dan tidak mengerjakan shalat sunnah rawatib qobliyah dan ba’diyah. Yang biasa beliau tetap lakukan adalah mengerjakan shalat sunnah witir dan shalat sunnah qabliyah shubuh. Beliau tidak pernah meninggalkan kedua shalat ini baik ketika bermukim dan ketika bersafar.” [Zaadul Ma’ad, 1/456]

Ibnul Qayyim juga mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan qiyamul lail (shalat malam) baik ketika mukim maupun ketika bersafar.” [Zaadul Ma’ad, 1/311]

KEDUA
Amalan yang dirutinkan ketika mukim (tidak bepergian), bukan ketika safar.
Contohnya adalah shalat sunnah rawatib selain shalat sunnah qobliyah shubuh sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim pada perkataan yang telah lewat.

KETIGA
Amalan yang kadang dikerjakan pada suatu waktu dan kadang pula ditinggalkan.
Contohnya adalah puasa selain hari Senin dan Kamis. Puasa pada selain dua hari tadi boleh dilakukan kadang-kadang, misalnya saja berpuasa pada hari selasa atau rabu.
Initinya, tidak semua amalan mesti dilakukan secara rutin, itu semua melihat pada ajaran dan petunjuk Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam.

PENUTUP
Ketika ajal menjemput, barulah amalan seseorang berakhir. Al Hasan Al Bashri mengatakan, ”Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah menjadikan ajal (waktu akhir) untuk amalan seorang mukmin selain kematiannya. Lalu Al Hasan membaca firman Allah,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” (QS. Al Hijr: 99).
[Latho-if Al Ma’arif, hal. 398.]

Ibnu ’Abbas, Mujahid dan mayoritas ulama mengatakan bahwa ”al yaqin” adalah kematian. Dinamakan demikian karena kematian itu sesuatu yang diyakini pasti terjadi. Az Zujaaj mengatakan bahwa makna ayat ini adalah sembahlah Allah selamanya. Ahli tafsir lainnya mengatakan, makna ayat tersebut adalah perintah untuk beribadah kepada Allah selamanya, sepanjang hidup.
[Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 4/79, Mawqi’ At Tafaasir, Asy Syamilah]

Ibadah seharusnya tidak ditinggalkan ketika dalam keadaan lapang karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَعَرَّفْ إِلَي اللهِ فِى الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِى الشِّدَّةِ

 “Kenalilah Allah di waktu lapang, niscaya Allah akan mengenalimu ketika susah.”
[HR. Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Al Jami’ Ash Shogir mengatakan bahwa hadits ini shohih]

Semoga Allah menganugerahi kita amalan-amalan yang selalu dicintai oleh-Nya. Hanya Allah yang memberi taufik. Segala puji bagi Allah yang dengan segala nikmat-Nya setiap kebaikan menjadi sempurna.

Silakan download artikelnya di sini.
***
Diselesaikan di Pangukan, Sleman, Senin sore, 16 Syawwal 1430 H.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

---------------
Diringkas dan diformat ulang oleh [AHaS]

Halal Haram Hadiah Dokter

Halal Haram Hadiah Dokter

Artikel dari PengusahaMuslim.Com :: 
oleh Ust Aris Munandar -hafizhahullaah ta'aalaa

السؤال: فضيلة الشيخ! تقوم بعض شركات الأدوية بتقديم عينات من الأدوية والأقلام والمذكرات والكتب التي تحمل دعاية لشركة الأدوية، فتقوم بتقديم هذه العينات وهذه الأدوية إلى الأطباء والصيادلة فهل يجوز قبولها أم لا؟

Pertanyaan:
Sebagian pabrik obat memberikan hadiah berupa sample obat atau pena dan buku tulis yang mengandung muatan iklan pabrik obat tersebut kepada para dokter dan apoteker. Apakah diperbolehkan menerima hadiah tersebut ataukah tidak?


Jawaban:

الجواب: إنه لا بأس ما لم يكن ذلك من باب الرشوة، وإن كان من باب الرشوة فلا، وأما إن كان من باب الدعوة لها، وهي مؤسسة جائزة ليس فيها حرام فلا بأس

Jawaban Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, "Tidak mengapa menerima hadiah tersebut selama bukan dalam rangka risywah atau suap (baca: hadiah yang mempengaruhi keputusan dan kebijakan si dokter). Jika dalam rangka suap, maka tidak boleh. Sedangkan hadiah untuk dokter dalam rangka promo dan pabrik obat tersebut bukanlah pabrik yang memproduksi obat yang haram hukumnya maka menerima hadiah semacam ini diperbolehkan." (Liqo al Bab al Maftuh, 7:28).

Dalam fatwa di atas Syaikh Ibnu Utsaimin membagi hadiah dari pabrik obat untuk dokter menjadi dua kategori:

Pertama, hadiah dalam rangka sekedar promo dan mengenalkan produk, maka hukumnya boleh.

Kedua, hadiah yang berstatus suap untuk si dokter dengan kata lain hadiah yang berfungsi mempengaruhi kebijakan dan keputusan si dokter sehingga dokter tersebut tidaklah lagi menilai suatu produk obat secara objektif, namun atas dasar mana yang paling menguntungkan bagi si dokter secara finansial, maka hukumnya haram.

Dua kategori hadiah semacam ini adalah pembagian yang tepat manakala nilai nominal hadiah tersebut sedikit sebagaimana dalam teks pertanyaan di atas. Sedangkan hadiah yang bernilai nominal besar, tidaklah diragukan, bahwa hadiah semacam itu tidaklah mungkin kecuali hanya terbagi dalam satu kategori saja yaitu haram karena tergolong suap untuk mempengaruhi objektifitas penilaian si dokter. 

[AHaS]

Thursday, April 5, 2012

Dibangkitkan Sesuai dengan Niat Kehendaknya

"... dibenamkan dari awalnya hingga akhirnya kemudian dibangkitkan sesuai dengan niat (masing-masing) mereka."

وعن أمِّ المؤمِنينَ أمِّ عبدِ اللهِ عائشةَ رضي الله عنها ، قالت : قالَ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : (( يغْزُو جَيْشٌ الْكَعْبَةَ فإِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنَ الأَرضِ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وآخِرِهِمْ )) . قَالَتْ : قلتُ : يَا رَسُولَ اللهِ ،كَيْفَ يُخْسَفُ بأوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ وَفِيهمْ أسْوَاقُهُمْ((2)) وَمَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ ؟! قَالَ : (( يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ ثُمَّ يُبْعَثُونَ عَلَى نِيّاتِهمْ )) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ . هذَا لَفْظُ الْبُخَارِيِّ

Dari Ummul Mukminin (yakni) Ummu Abdillah 'Aisyah -radhiyallaahu 'anhaa beliau berkata, "Rasulullah -shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, 
'Ada suatu pasukan yang menyerang ka'bah, kemudian ketika mereka di suatu padang yang kosong, mereka dibenamkan (semuanya) baik orang-orang awalnya maupun orang-orang akhir mereka.' 
'Aisyah -radhiyallaahu 'anhaa berkata, "Aku mengatakan,
'Wahai Rasulullah, bagaimana dibenamkan dari awalnya hingga akhirnya sedang di antara mereka ada orang-orang pasar mereka dan tidakkah orang-orang pasar tersebut tidak termasuk dari mereka (tidak berniat seperti mereka)?' Rasulullah bersabda,
'Dibenamkan dari awalnya hingga akhirnya, kemudian mereka dibangkitkan sesuai dengan niat mereka (masing-masing).'
Muttafaqun 'alaih. Dan ini lafazh (redaksi kata) dari (yang diriwayatkan oleh) al-Bukhari.

#Faedah:
 - Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
 - Hendaknya takut kepada suatu musibah/adzab yang tidak hanya menimpa kepada orang yang zhalim di antara kita.
 - Hendaknya pada suatu kaum ditegakkan padanya amar ma'ruf dan nahi munkar, karena musibah atau adzab itu ketika datang tidak hanya menimpa pada orang yang zhalim namun bisa menimpa suatu kaum seluruhnya. Wallaahu yaf'alu maa yuriid.
 - Seseorang di hari kiamat akan dibangkitkan sesuai dengan niatnya. 
 - dan masih banyak lainnya.

Wallaahu ta'aalaa a'lam.
 

Monday, April 2, 2012

Amalan Amalan Shalih itu Bergantung dengan Niat

"Sesungguhnya amalan-amalan itu bergantung dengan niat, dan hanyasaja (balasan) bagi setiap orang itu sesuai apa yang ia niatkan. .........

 وعن أمير المؤمِنين أبي حَفْصٍ عمرَ بنِ الخطابِ بنِ نُفَيْلِ بنِ عبدِ العُزّى بن رياحِ بنِ عبدِ اللهِ بن قُرْطِ بن رَزاحِ بنِ عدِي بنِ كعب بنِ لُؤَيِّ بنِ غالبٍ القُرشِيِّ العَدويِّ - رضي الله عنه - ، قالَ : سَمِعتُ رَسُولَ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - ، يقُولُ :

(( إنّمَا الأَعْمَالُ بالنِّيّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امرِىءٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هجرته إلى الله ورسوله ، فهجرته إلى الله ورسوله ، ومن كانت هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصيبُهَا ، أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكَحُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلى مَا هَاجَرَ إِلَيْه ))

 . مُتَّفَقٌ عَلَى صِحَّتِهِ . رَوَاهُ إمَامَا الْمُحَدّثِينَ ، أبُو عَبْدِ الله مُحَمَّدُ بْنُ إسْمَاعيلَ بْن إبراهِيمَ بْن المُغيرَةِ بنِ بَرْدِزْبهْ الجُعْفِيُّ البُخَارِيُّ ، وَأَبُو الحُسَيْنِ مُسْلمُ بْنُ الحَجَّاجِ بْنِ مُسْلمٍ الْقُشَيريُّ النَّيْسَابُورِيُّ رضي اللهُ عنهما فِي صحيحيهما اللَّذَيْنِ هما أَصَحُّ الكُتبِ المصنفةِ .


Dari Amiril Mukminin Abu Hafsh Umar ibnul Khaththab ibnu Nufail ibnu Abdil'Uzza ... al-Quraisyiy al-'Adawiy -semoga Allah meridhoinya- beliau berkata:
"Aku telah mendengar Rasulullah -shallallaahu 'alaihi wasallam- bersabda:

'"Sesungguhnya amalan-amalan itu bergantung dengan niat, dan hanyasaja (balasan) bagi setiap orang itu sesuai apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya pada dunia yang ingin diraih atau wanita yang ingin dinikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia hijrahnya kepadanya.'"

-- Muttafaqun 'ala shihhatih. Meriwayatkan darinya dua Imam Ahlu Hadits, Abu 'Abdillah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Badizbah al-Ju'fiy al-BUKHORIY dan Abul Husain MUSLIM ibnul Hajjaj ibnu Muslim al-Qusyairiy an-Naisaburiy -semoga Allah meridhoi keduanya-, dalam kedua kitab shahih mereka yang mana keduanya adalah seshahih-shahih kitab yang ditulis/dikarang.

---------------------------------------
#Faidah:
- Sah tidaknya amal-amal shaleh seseorang bergantung sesuai tidak amalan tersebut dengan niat yang di dalam hati.
- Balasan amalan shalih itu sesuai dengan apa yang ia niati di dalam hati.
- Jika seseorang beramal shalih karena Allah maka ia niatnya karena Allah.
- Jika seseorang beramal shalih karena hal duniawiyah semata maka ia niatnya sesuai dengan yang ia inginkan.
- dan masih banyak lainnya.

Wallaahu ta'aalaa a'lam.

Thursday, March 29, 2012

Allah Mengetahui Apa yang Disembunyikan di dalam Dada

Allah 'azza wa jalla berfirman:

{ قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ } [ آل عمران : 29 ]

"Katakanlah: 'Jikalau engkau sekalian menyembunyikan apa yang di dalam dada-dadamu ataupun kalian menampakkannya, (maka) Allah mengetahuinya."
(Surah Ali 'Imran: 29)


# Faedah:
- Allah mengetahui setiap niat yang ada di dalam hati, baik berupa kebaikan, keriya'an, serta maksud-maksud tersembunyi.

- Penetapan Kesempurnaan dan Ketinggian sifat Ilmu (Maha Mengetahui) bagi Allah 'azza wa jalla.

- Hendaknya setiap amalan lahir selalu disertai rasa ikhlash di dalam hati.

- Sesungguhnya Allah 'azza wa jalla Maha Mengetahui yang terkandung di dalam hati sedangkan  hakikat niat adalah apa yang di dalam hati, sehingga tidaklah perlu untuk dilafadzkan.

- Dan tidaklah sama balasan antara orang yang ikhlash karena-Nya dan sesungguhnya Allah akan membalas dari amal-amal yang baik yakni yang dilakukan ikhlash kepada-Nya.

- dan masih banyak lainnya.

Wakullil hamdulillaah, wallaahu ta'aalaa a'lam.

Wednesday, March 28, 2012

Allah Menerima yang Berupa Ketaqwaan

 Allah 'azza wa jalla berfirman:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ  --- الحج : 37

"Tidaklah Allah menerima daging-daging (sembelihan itu) akan tetapi Allah menerimanya (yang berupa) ketaqwaan dari engkau sekalian."
(Surah al-Hajj: 37)

# Faedah:
- Allah tidaklah membutuhkan untuk diberi makan, berbeda dengan sebagian sesembahan-sesembahan selain-Nya yang diberikan padanya makanan dan sebagainya.
- Yang akan sampai kepada Allah ta'aalaa adalah ketaqwaan, keikhlasannya dalam pengharapan akan ridha Allah 'azza wa jalla.
- dan masih banyak lainnya.

Wallaahu ta'aalaa a'lam

Sunday, March 25, 2012

Perintah Ikhlash dalam Urusan Agama

Allah 'azza wa jalla berfirman: 
 وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ --- البينة :  5 

"Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar mereka beribadah sebagai orang-orang yang ikhlash kepada-Nya dalam agama yang lurus, dan agar mereka menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Dan itulah agama (din) yang lurus."
(Surah al-Bayyinah :  5)


Faedah:
# Perintah kepada ikhlash
# Perintah agar berpegang kepada agama yang lurus
# Wajibnya ikhlash dalam menunaikan urusan agama
# dan masih banyak lainnya.

Wallaahu Musta'an..........

Sunday, January 8, 2012

Tidaklah ditinggalkannya as-sunnah kecuali akan bertambah cepat hilangnya ...

Abdullah bin Ad Dailamy berkata, saya mendengar Amru berkata :
"Tidaklah dilakukan suatu bid’ah melainkan akan bertambah cepat berkembangnya dan tidaklah ditinggalkan As Sunnah kecuali bertambah cepat hilangnya."
(Al Lalikai 1/93 nomor 128 dan Ibnu Wadldlah 73)



Faedah:
- Menunjukkan kecenderungan manusia dari waktu ke waktu untuk semakin meluasnya kebid'ahan dan semakin sedikitnya sunnah, kecuali jika Allah memberi rahmatnya bagi siapa yang dikehendaki.

Friday, January 6, 2012

Surat 30 ayat 30 dari al-Qur-an ::

Allah Ta'ala berfirman,
وَأًقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِفًا فِطْرَتَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيهَا لاَتَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلاَ كِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ  --- الروم : 30 
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fithrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fithrah itu. Tidak ada perubahan pada fithrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (Ar Ruum: 30)

Tuesday, January 3, 2012

Berpegang dengan as-Sunnah itu adalah keselamatan

Imam Az Zuhry berkata, ulama kita yang terdahulu selalu mengatakan :
"Berpegang dengan As Sunnah itu adalah keselamatan. Dan ilmu itu tercabut dengan segera, maka tegaknya ilmu adalah kekokohan Islam, sedangkan dengan perginya para ulama akan hilang pula semua itu (ilmu dan agama)."
(Al Lalikai 1/94 nomor 136 dan Ad Darimy 1/58 nomor 16)
Faidah:
# Berpegang kepada Sunnah adalah keselamatan, karena berpegang kepada Sunnah Nabi dan Para Shahabat ialah berpegang kepada Jalan orang-orang yang telah dijamin baginya kesalamatan ...
# Tercabutnya ilmu merupakan sebab kemunduran Islam.
# Ilmu dicabut dengan perginya (wafatnya) para ulama.

Monday, January 2, 2012

Jalanku ....... .. .. .

Aku hanyalah seorang manusia ....
Aku telah tercipta, dan terlahir ....
ada untuk suatu tujuan ...
karena tidaklah kesempurnaan itu untuk kesia-siaan


Saatku bertanya siapa yang telah menjadikanku ada ..
Maka tidaklah sang Pencipta membiarkan hamba-Nya dalam kesesatan ...

الْحَمْدُلِلَّهِ رَبِّ الْعَالَميْنَ – الفاتحة : 1
"Segala puji bagi Allah, Rabb semesta Alam." (al-Faatihah: 1)
Yakni segala puji bagi-Nya yang menjadikan semua ini ada, beserta kesempurnaan nikmah-nikmah-Nya demikian juga dengan keteraturan ....

Alam yang begitu teratur, beserta nikmat-nikmat yang besar merupakan tanda-tanda adanya Dzat yang satu yang telah mengaturnya dengan sebaik-baiknya.
Allah adalah Pencipta, Pemilik, dan Pengatur seluruh alam beserta nikmat-Nya yang begitu banyak untuk kita.
الَّذِي جَعَلَلَكُم الأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَمَرَاتِ رِزقًالَكُم ..... ة
"Yakni (Allah) yang telah menjadikan bumi ini sebagai hamparan, dan langit sebagai atap, dan yang telah menurunkan air dari langit, maka dengan air itu Ia menumbuhkan buah-buahan sebagai rizki bagi kalian .... ."
 
Dan Allah lah Dzat yang Maha Besar lagi Maha Tinggi yang tiada dapat dan benar segala sesuatu selain-Nya untuk serupa atau menjadi sandinga bagi-Nya.  (Sebagaimana dalam Surat al-Mu’minuun)
Tiada Rabb selain-Nya
Tiada yang berhak untuk disembah selain-Nya

Tiada sesuatu yang menyamai dalam kesempurnaan Nama dan Ketinggian sifat-Nya.